Memperlakukan Tawanan Laksana Sahabat

Ketika Perang Badar usai, jumlah musuh yang tertawan oleh pasukan Kaum Muslim ada sekitar 70 orang. Kebanyakan para Bangsawan Quraisy yang terkemuka,  seperti Al-‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib, ‘Aqil bin Abu Thalib, Abu Al-‘Ash bin Rabi’, dan Walid bin Al-Walid, jatuh ke tangan Kaum Muslim sebagai tawanan. Kaum Muslim kala itu berselisih pendapat perihal perlakuan apa yang semestinya dilakukan terhadap para tawanan tersebut. Rasulullah SAW pun meminta pendapat dari semua sahabat. Beliau pertama-tama meminta pendapat kepada Abu Bakar Al-Shiddiq. Menjawab permintaan beliau, Abu Bakar berucap,”Wahai Rasulullah! Allah telah memperlakukanmu dengan kasih sayang. Inilah titik tolak yang hendak saya ajukan kepada kamu!”

Sejenak Abu Bakar Al-shiddiq menghentikan ucapannya, “Tawanan-tawanan perang itu bukan orang lain. Mereka masih keluarga kita sendiri. Ada yang dekat dan ada yang jauh. Ada yang masih dalam hubungan orang tua, ada yang masih hubungan anak dan paman. Begitulah seterusnya. Karena itu, kasihi dan sayangi mereka. Ada dua penjahat yang bergejolak dalam benak saya, yaitu lebih baik mereka dibebaskan. Jika tidak demikian, mereka dapat dibebaskan jika keluarga mereka menebusnya dengan harta mereka. Harta tebusan yang akan kita terima, kiranya dapat digunakan untuk biaya segala keperluan pertahanan kaum muslim. Kiranya dengan cara yang demikian, mereka dapat petunjuk dari Allah dan Allah mengarahkan hati mereka pada petunjuk yang benar!”

Beberapa saat kemudian suasana menjadi hening. Namun, suara Rasulullah pun memecah kesunyian itu. “Abu Bakar! Andaikan engkau ini malaikat, engkau adalah Malaikat Mikail yang turun ke bumi membawa keridhaan dan ampunan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Dan andaikan engkau ini seorang nabil engkau laksana Nabi Ibrahim a.s. Di hadapan kaumnya, dia dipandang lebih manis daripada madu dan lebih lembut daripada susu. Ajakannya untuk menyembah Allah Yang Maha Esa mereka tolak. Malah mereka melawannya dengan sengit, menangkapnya, dan melemparkannya kedalam api yang membara. Tapi, mendapat perlakuan demikian, dia hanya berucap, ‘Barangsiapa yang memenuhi panggilanku, dia adalah umatku. Dan mereka yang tidak mengikuti seruanku, sungguh Engkau Maha Pengampun dan Maha Pengasih.‘ Dan andaikan engkau ini Nabi Isa a.s. wahai Abu Bakar, pendapatmu itu seperti sikapnya yang disampaikannya kepada Allah, ‘Kalau mereka Engkau siksa, Mereka adalah hamba-hamba-Mu. Dan kalau mereka Engkau ampuni, sungguh Engkau Maha Berkuasa dan Maha Bijaksana.'”

Rasulullah SAW, selepas meminta pendapat kepada Abu Bakar Al-Shiddiq, lantas meminta pendapat kepada ‘Umar bin Al-Khaththab. Menjawab permintaan beliau, ‘Umar menjawab, “Wahai Rasulullah! Aku tidak seiring Abu Bakar. Pendapatku berbeda. Jauh berbeda. Mereka nyata-nyata musuh Allah dan musuhmu. Sekalipun mereka masih memiliki hubungan keluarga. Bukankah mereka pernah mendustakanmu ? Tidak itu saja. mereka juga pernah menganiayamu, mengusirmu, dan memerangimu, Patutkah mereka dibebaskan?”

Suasana pun menjadi tegang. Seluruh pandangan mata tertuju kepada ‘Umar bin Al-Khaththab dan sesekali kepada Rasulullah SAW. ‘Umar, selepas berhenti berbicara sejenak, kemudian melanjutkan ucapannya,”Bunuh mereka dan pancung leher mereka. Itulah balasan atas mereka. Untuk menjatuhkan hukuman atas mereka tiada kaitannya dengan urusan kekeluargaan. Tidak peduli apakah mereka saudara kita, paman kita, atau ayah kita. Malah, saya usulkan agar hukuman bunuh itu dilaksanakan oleh keluarganya masing-masing. Misalnya, ‘Ali melaksanakan hukuman bunuh atas ‘Aqil, Hamzah atas Al-‘Abbas, dan begitu seterusnya. Biarlah mereka tahu dan mengerti bahwa kita sudah tidak senang dengan mereka dan tidak ada lagi urusan dengan mereka yang menyekutukan Allah!”

Mendengar ucapan ‘Umar yang tegas tersebut, orang-orang yang hadir pun kaget dan terdiam. Termasuk Rasulullah SAW. Namun, suara beliau yang memancarkan kedamaian dan kesejukan akhirnya memecahkan kesunyian yang ada,”Wahai ‘Umar! Andaikan engkau ini malaikat, engkau laksana Malaikat Jibril. Dia membawa kemurkaan dan siksaan dari Allah atas musuh-musuh-Nya di muka bumi ini. Dan andaikan engkau ini seorang nabi, engkau ini laksana Nabi Nuh a.s. Ketika dia sudah merasa seruannya tidak mendapat sambutan dari kaumnya, dia kemudian memohon kepada Allah,’Ya Tuhanku! Jangan Engkau biarkan orang-orang yang bersalah itu menempati bumi. Sungguh jika mereka dibiarkan menempati bumi, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu dan mereka hanya melahirkan anak-anak yang berperilaku buruk dan  tak tahu berterima kasih!'”

Rasulullah SAW sejenak berhenti berbicara. Menghela nafas panjang. Lantas ucap beliau selanjutnya,”Atau diumpamakan engkau ini Musa a.s. pendapatmu itu seperti permohonannya,’Ya Tuhanku! Sirnakanlah oleh-Mu harta mereka dan tutuplah hati mereka dengan patri, agar mereka tidak beriman sehingga merasakan siksa yang menghancurkan.'”

Rasulullah SAW. akhirnya lebih menyetujui pandangan Abu Bakar. Beliau lalu membebaskan para tawanan, selepas mereka membayar uang tebusan. Karena peristiwa itu, turun ayat, Tidak patut bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum dia dapat melumpuhkan musuh-musuhnya di muka bumi. [Al-Anfal/8 : 67].

Sumber: Ahmad Rofi’ Usmani

Leave a comment